Senin, 24 Juni 2013

Conflict Transformation

Dalam Dealing with konflik  ataupun menganalisis konflik ada beberapa dimensi teori yang menurut Hugh Miall dapat digunakan untuk menganlisis suatu konflik sehingga dapat ditemukan suatu respon yang sesuai dengan konflik yang terjadi,teori-teori tersebut sedapat mungkin digunakan untuk dapat meminimalisir konflik yang terjadi.

Teori-teori dalam transformasi Konflik
Menurut Hugh Miall dalam menganalisis suatu konflik ada tiga teori yang dapat digunakan antara lain :

1.Managemen Conflict
2.Conflict Resolution
3.Conflict Tranformation

nah berikut ini deskripsi singkatnya mengenai ketiga teori tersebut :

1. Management Conflict

 Management conflict adalah teori yang melihat konflik kekerasan sebagai konsekuensi yang tidak dapat dihilangkan sebagai akibat dari adanya perbedaan nilai-nilai dan kepentingan diantara komunitas masyarakat.menurut teori ini pula kecenderungan kekerasan ini akibat dari adanya intitusi dan juga hubungan historycal(sejarah) dalam mendirikan ataupun mengembangkan distribution of power(distribusi kekuassan) menurut teori ini memecahkan ataupun menyelesaikan conflict adalah ini adalah sesuatu yang unrealistic sehingga hal terbaik yang dapat dilakukan adalah mengelolahnya(manage) dan mempertahankannya dengan cara mengetahuinya.manajemen konflik adalah suatu seni dimana intervensi yang tepat dapat dilakukan untuk mencapai penyelesaian-penyelesaian politik.terutama sekali bagi aktor-aktor yang memiliki kekuasaan dan sumber daya untuk memberikan tekanan pada konflik yang sedang terjadi dengan tujuan agar para pihak-pihak yang sedang berkonflik dapat di  ajak untuk menyelesaikan konflik tersebut.ini pula merupakan salah satu seni untuk mendesain intitusi yang tepat  sehingga dapat menuntun konflik yang tidak dapat dihindarkan pada jalur yang tepat.Menurut Bloomfield and Reilly :

Conflict management is the positive and constructive handling of difference and
divergence. Rather than advocating methods for removing conflict, addresses the more
realistic question of managing conflict: how to deal with it in a constructive way, how to bring
opposing sides together in a cooperative process, how to design a practical, achievable,
cooperative system for the constructive management of difference (Bloomfield and Reilly
1998, 18).

Menurut Bloomfield and Reilly manajemen konlik adalah penanganan konflik yang positif dan konstruktif terhadap perbedaan dan perbedaan pendapat dari pada menyokong agar konflik tersebut di hilangkan.menghadapi pertanyaan yang lebih realistik untuk mengelolah konflik : seperti bagaimana cara berurusan dengan cara atapun jalan  yang lebih konstruktif(membangun),bagaimana membawa pihak-pihak yang sedang bertiga agar bersama melalui proses kerjasama ,bagaimana mendesain sesuatu yang praktikal,terjangkau,sistem bekerjasama untuk mengelolah konstruktif dalam berbagai perbedaan.

2. Conflict resolution theorists

Conflict resolution theorists atau teori resolusi konflik,teori  ini berlawanan dengan teori manajemen konflik,teori ini menolak adanya kekuatan politik dalam memandang suatu konflik,teori ini memandang bahwa dalam konflik communal dan identitas masyarakat tidak dapat berkompromi mengenai sesuatu yang berhubungan dengan kebutuhan mendasar(fundamental needs).bagaimanapun juga mereka berpendapat bahwa sangat mungkin untuk mentrasend suatu konflik jika pihak-pihak(yang berkonflik) di bantu untuk mengeksplorasi,menganalisa,bertanya mengenai posisi dan kepentingan mereka.oleh karena itu resolusi konflik menekankan adanya intervensi dari para pihak ketiga yang mempunyai ketrampilan walaupun tidak berkuasa dan bekerja secara tidak resmi dengan pihak-pihak yang berkonflik untuk membantu perkembangan dengan memberikan pemikiran-pemikiran baru dan hubungan yang baru.mereka mencari untuk mengekplorasi apa sebenarnya yang menjadi akar konflik tersebut dan untuk mengidentifikasi solusi kreatif yang luput dari pihak-pihak ini sehingga mereka dapat memikirkan untuk berpinda posisi bersam kubu-kubunya.resolusi konflik berbicara mengenai bagaimana pihak-pihak dapat berpindah dari zero zum ,dari pola yanf bersifat merusak kepada hasil yang bersifat positif.tujuannya adalah untuk mengembangkan proses resolusi konflik yang kelihatan dapat diterimah oleh pihak-pihak yang bermasalah dan efektif untuk memecahkan masalah tersbut.(Azar and Burton 1986, 1 di kutip dari  File PDF Hugh Mia ll hal.4).

3.Conflict transformation theorist

Conflict transformation theorist atau teori transformasi konflik,menurut teori ini konflik yang kontemporer memerlukan lebih dari sekedar membingkai posisi dan mengidentifikasi hasil yang sama-sama menguntungkan kedua belah pihak,sangat terstruktur pihak-pihak yang berhubungan didalam suatu pola yang konfliktual yang memperpajang melebihi fakta-fakta terkait konflik tersebut.transformasi konflik adalah sebuah proses melibatkan dengan transformasi hubungan,diskursus,kepentingan dan jika perlu ada konstitusi dalam masyarakat yang dibuat untuk mendukung konflik kekerasan yang berkelanjutan.konflik yang bersifat konstruktif terlihat sebagai suatu agen vital atau katalisator untuk perubahan.
Menurut Lederach :

Conflict transformation must actively envision, include, respect, and promote the
human and cultural resources from within a given setting. This involves a new set of lenses
through which we do not primarily ‚see‘ the setting and the people in it as the ‚problem‘ and
the outsider as the ‚answer‘. Rather, we understand the long-term goal of transformation as
validating and building on people and resources within the setting (Lederach 1995,
File PDF Hugh Mia ll hal.4).

Menurutnya  transformasi konflik harus aktiv dalam melihat kedepan,termasuk menghargai dan mempromosikan sumber daya manuisa,budaya dari sesuatu yang telah atur.ini melibatkan suatu aturan yang dapat dipakai untuk menganalisis dengan melihat pengaturan dan orang-orang yang didalamnya sebagai masalah dan yang diluar sebagai jawaban dari pada kita mengerti pengistilahan yang panjang dengan tujuan untuk mentransformasi sebagai validitas dan bangunan masyarakt seta sumber-sumber dalam pengaturanx.

demikian tiga teori yang dapat digunakan sebagai alat untuk menganalisis or dealing with conflict,



Rabu, 19 Juni 2013


TUGAS MID MK EKONOMI POLITIK EROPA

             Komentar dosen :      


                    




SAYA YANG BERTANDA TANGAN DIBAWAH INI :
NAMA                           : FREDERIKUS KUTANGGAS
STB                                : 45 10 023 005
MENGATAKAN BAHWA TULISAN YANG SAYA BUAT INI BELUM PERNAH DI  
TERBITKAN OLEH SIAPANPUN JUGA BAIK DALAM DI MEDIA CETAK  
MAUPUN ONLINE.

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK(FISIP)
                                UNIVERSITAS”45”MAKASSAR           







ANALISIS :IMF MENGAKU TELAH SALAH MENANGANI KRISIS YUNANI
Era globalisasi dan liberalisasi diberbagai bidang yang mengintegrasikan berbagai Negara kedalam suatu organisasi ataupun institusi Internasional semakin sering dan telah menjadi bagian dari pemenuhan kepentingan nasional setiap Negara didunia.organisasi Internasional yang hadir dengan berbagai “label”ataupun tujuan yang menjanjikan untuk membantu pemenuhan kepentingan nasional suatu Negara memberikan harapan dan kepercayaan bagi berbagai Negara didunia untuk tergabung dalam intitusi tersebut agar memperoleh bantuan ekonomi ataupun bantuan lainnya dalam rangka peningkatan kesejateraan domestic negaranya,dengan tergabung dengan suatu organisasi internasional berarti secara yuridis Negara tersebut telah menyerahkan sebagian Kedaulatan negaranya untuk di “Intervensi”oleh organisasi Internasional dimana Negara  tersebut  bergabung.intervensi itu jelas dan nyata dalam berbagai kebijakan domestic nasionalpun di campuri oleh organisasi itu.Nah hal ini yang terjadi pula di yunani pada beberapa Tahun terakhir ini.
Seperti yang kita ketahui pada  hari rabu minggu kemarin Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund) mengakui kegagalannya dalam menyelamatkan Yunani dari resesi mendalam melalui dana talangan tahap pertama,tiga tahun lalu yaitu pada tahun 2010.

Hal inilah yang menjadi pertimbangan IMF mengucurkan kembali dana talangan jilid kedua ke Yunani dengan jumlah lebih besar dari tahap pertama. Lembaga keuangan multinasional itu yang berbasis di Amerika Serikat (AS) itu mengakui pihaknya bersama dua kreditor lainnya, Uni Eropa (Eropean Union) dan bank sentral Eropa (Eropean Central Bank ), belum siap menghadapi krisis utang di Yunani dan menemui pilihan berat. Karenanya, IMF menegaskan akan meninjau kembali dana talangan ke Yunani pada tahun 2010.
IMF menilai adanya sejumlah masalah koordinasi dengan Komisi Eropa (UE) dan ECB. Menurut IMF, Komisi UE terlalu fokus terhadap masalah Eropa ketimbang situasi di Yunani sendiri. "Keahlian lembaga di Eropa lemah dalam menyusun rekomendasi kebijakan.
IMF terus-menerus diserang oleh sejumlah negara anggota terkait dengan pengucuran dana talangan dalam jumlah besar ke Yunani. Padahal, IMF mengklaim langkah itu dimaksudkan akan menghentikan penyebaran efek domino dari krisis Yunani ke seluruh Eropa. "Adanya tekanan akan kebutuhan untuk mendukung Yunani menjadi kekhawatiran tersendiri bahwa utang tidak berlanjut dengan profitabilitas tinggi,"

IMF didesak untuk menurunkan standar dan menyetujui bailout, meskipun mereka mengakui sempat optimistis. Kini kepercayaan pasar berada pada level terendah ketika sistem perbankan kehilangan 30 persen deposito dan perekonomian mengalami resesi lebih dalam dari perkiraan. Bahkan,angka pengangguran terus meningkat dan menyentuh rekor baru.


"Utang publik terus meningkat dan akhirnya perlu dilakukan restrukturisasi, daya saing sedikit membaik di balik penurunan upah, namun reformasi struktural tersendat dan keuntungan produktivitas semakin sulit diharapkan
(http://koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/121144)
Pengakuan IMF ini tentunya mendapat Kecaman dari masyarat Yunani dimana Banyak warga kecewa dengan pengakuan IMF tentang keterlambatan respon dalam penyelesaian krisis hutang Yunani. Mulai dari pejabat hingga golongan miskin menilai error tersebut telah berdampak pada kesejahteraan masyarakat.
Ekspresi kekecewaan juga diperlihatkan oleh kepala pemerintahan, yang dipaksa mengambil kebijakan pahit berupa efisiensi kejam berskala nasional dalam dua tahun terakhir. "Kami menjadi korban dari kekeliruan mereka selama bertahun-tahun," ujarnya kepada reporter saat mengunjungi Finlandia kemarin. Media juga tidak kalah mengkritisi IMF dengan membuat tajuk bernada kecaman sesaat setelah realita itu terungkap. "IMF akhirnya mengakui kejahatan mereka," demikian bunyi headline surat kabar Avgi di halaman depan.
Sejak menjalani efisiensi nasional, jumlah pengangguran di Yunani melonjak nyaris 27% dan tren bunuh diri makin menjadi. Efek pengangguran terburuk menerpa kamu muda dengan rasio warga tanpa pekerjaan mencapai 60% dari total usia produktif di negeri dewa dewi tersebut.
Poin utama dari studi IMF menyatakan bahwa terdapat kekeliruan dalam langkah pemaksaan bagi investor untuk menerima kerugian dari surat hutang beracun Yunani tahun 2011 silam atau 'haircuts'. Pemaksaan kerugian seharusnya bisa dilakukan lebih dini jika otoritas mau mengakui bahwa program awal tidak berjalan lancar. Dengan begitu, maka porsi pemangkasan anggaran Yunani tidak sebesar sekarang karena jumlah pinjaman mereka kepada pihak Eropa tidak akan menggelembung. Hasil studi kian memperkuat opini akan adanya pertentangan di IMF, baik secara internal maupun dengan Uni Eropa. Beberapa pejabat IMF dan pemerintah Eropa (khususnya Jerman) sudah sejak lama mengajukan wacana 'haircuts' bagi surat hutang Yunani, namun ide itu mendapat perlawanan dari beberapa pejabat penting lainnya, yang meyakini Yunani bisa diselamatkan.
Dana moneter dan Uni Eropa menutup mata dalam menyikapi kondisi Yunani. Proyeksi pertumbuhan mereka terhadap negara tersebut tidak realistis karena situasi fiskal Athena terlanjur memburuk. IMF memang sudah berargumen ke publik bahwa pihak otoritas telah menyepelekan dampak berantai dari pemangkasan anggaran terhadap perekonomian negara itu. Namun sesungguhnya otoritas justru menghadapi masalah yang lebih besar di sana, karena peta administrasi pemerintahan Yunani jauh lebih buruk ketimbang apa yang terlihat dari luar.
Tidak lama sesudah menyadari bahwa bailout pertama tidak bekerja sesuai harapan, IMF dan Uni Eropa kembali mengucurkan dana talangan ke-dua senilai 172 miliar Euro pada bulan Februari 2012. Jumlah itu termasuk dalam total biaya restrukturisasi hutang swasta sebesar 200 miliar Euro. Krisis Yunani merupakan peristiwa kebangkrutan terbesar dalam sejarah dan memberikan pelajaran berarti kepada pemangku kebijakan Eropa.(http://www.monexnews.com/world-economy)

Melihat fenomena krisis yang terjadi di yunani dan kesalahan fatal yang dilakukan oleh Intitusi Keuangan Internasional(IMF),maka menurut saya ada banyak hal penting yang dapat menjadi pelajaran bagi berbagai Kepala Pemerintahan didunia,adapun pelajaran yang dapat di petik dari error solution tersebut  adalah Persoalan domestic suatu Negara tidak mudah dan bahkan tidak dapat diselesaikan dengan menggunakan solusi yang ditawarkan oleh pihak ekstern dalam hal ini Pemerintah Yunani seharusnya tidak menerima  begitu saja Solusi yang ditawarkan Pihak IMF karena kondisi Krisis yang terjadi dalam negeri Yunani tidak sepenuhnya di Ketahui oleh Pihak IMF ini merupakan salah satu penyebab solusi yang ditawarkan oleh IMF salah dan tidak berhasil mengatasi Krisis d Yunani dan hal ini sangat berdampak kepada masyarakat Yunani yang semakin menderita dengan kebijakan yang diterapkan sesuai dengan Solusi dari IMF. Menurut saya yang mengetahui Persoalan akibat krisis tentunya pemerinta Yunani sehingga seharusnya Pemerintah Yunani yang mengeluarkan Kebijakan tertentu guna mengatasi Krisis domestiknya tanpa diintervensi oleh Pihak luar yang bukanya memperbaiki malah ikut merusak Perekonomian Yunani yang terus mengalami keterpurukan akibat krisis.sebagai intitusi Moneter terbesar di dunia IMF harus lebih




Referensi :

-          http://www.democracynow.org
-          http://koranjakarta.com/index.php/detail/view01/121144.



Kamis, 13 Juni 2013

Positivisme VS Post Positivisme


Hubungan Internasional terus mengalami banyak perkembangan sejak berdirinya hingga saat ini. Hal tersebut tidak lain dipengaruhi oleh Great Debates dalam meramaikan disiplin ilmu ini. Berbagai perspektif bermunculan mempertahankan ideologi masing-masing. Perspektif tersebut berkembang dan mendasar pada pemikiran masing-masing keyakinan.
Great Debate keempat atau yang terjadi antara perspektif positivisme dan post-positivisme merupakan salah satu contoh perdebatan antara perspektif yang telah matang dengan perspektif alternatif. Great Debate keempat, atau yang sekarang ini sedang terjadi, adalah adanya pemikiran-pemikiran baru mengenai keadaan global pasca Perang Dingin. Banyaknya isu baru seperti gender, penghapusan ras, dan lain-lain dinilai tidak dapat dijelaskan oleh metode-metode yang telah ada sebelumnya. Great Debate keempat ini mencoba menunjukkan arah disiplin ilmu Hubungan Internasional yang lebih sesuai dengan Hubungan Internasional pada zaman sekarang dengan tidak hanya sekadar berkutat pada politik, militer, dan ekonomi sebagai bahasannya (Jackson & Sorensen 1999:80).
Positivisme adalah cara pandang dalam memahami dunia dengan berdasarkan sains. Paham positivisme muncul pada abad ke-19. Paham ini membatasi diri pada pengalaman-pengalaman yang objektif. Tokoh-tokohnya adalah Auguste Comte (1798-1857), John Stuart Mill (1806-1873), dan Herbert Spencer (1820-1903). Metodologi positivis dalam ilmu politik, termasuk HI, adalah warisan dari behavioralisme, dalam artian sebagian besar asumsi dari behavioralisme dijalankan pula oleh positivisme. Metodologi positivisme yakin bahwa observasi dan pengalaman adalah kunci untuk membangun dan menilai teori-teori ilmiah. Sesuai dengan pendapat pakar positivis, Auguste Comte, bahwa metodologi positivis berasal dari tiga hal dimana yang dianggap berperan penting dalam perkembangan sejarah perkembangan sosial. Tiga hal tersebut adalah teologi, metafisik, dan positivis. Di sinilah kata positivis muncul dan akan berkembang menjadi teori studi Hubungan Internasional yang lebih mendalam.
Positivisme mempunyai hasrat untuk menyatukan beragam pengetahuan ke dalam suatu unified of science seperti pemikiran ala Barat. Munculnya kaum behavioralis merupakan ciri gerakan positivisme. Kaum behavioralis mendorong Hubungan Internasional ke arah terciptanya teori yang bersiaft eksplanatori dan prediktif atau dengan kata lain Hubungan Internasional harus bisa menjelaskan dan mampu memprediksi. Menurut Waltz (1973), teori Hubungan Internasional haruslah teori empiris, sebab ia nantinya akan dapat memprediksi perilaku politik internasional. Namun, teori yang disampaikan oleh Waltz memiliki tendensi yang sangat berlebihan yang hendak melepaskan konteks pada saat penelitiannya dilangsungkan dengan harapan dapat menemukan sebuah fakta yang objektif dan bebas nilai sehingga tampak seperti given. Permasalah ini akhirnya menimbulkan banyak pertanyaan yang akhirnya menimbulkan keraguan atas validitas teori-teori sosial empiris dalam HI dan keabsahan sang peneliti untuk menyatakan evidensinya. Keraguan-keraguan tersebut mendorong munculnya teori-teori post-positivisme.
Teori post-positivisme antara lain adalah konstruktivisme, kritis, dan post-modernisme. Kaum post-modernisme memberikan kritik terhadap positivis yang mengilmiahkan ilmu sosial, yaitu Hubungan Internasional. Ada semacam suatu sifat dasar yang dimiliki kaum post-modernis, yaitu menentang segala sesuatu yang mainstream, terutama penentangan terhadap tradisi serta disiplin-disiplin dalam Hubungan Internasional, serta selalu mencari dan memandang segala hal melalui sudut yang teralienasikan. Dengan demikian, ia memposisikan dirinya berada di luar yang biasanya (modern). Kaum post-modernis cenderung untuk selalu mempertanyakan, mengkritik, dan mencoba mengkonsepsualisasikan adanya realitas dalam Hubungan Internasional.
Kaum post-modernis berupaya membuat kaum positivis sadar akan penjara konseptual yang merupakan modernitas itu sendiri dan pemikiran menyeluruh bahwa modernisasi menyebabkan kemajuan untuk kehidupan yang lebih baik bagi semuanya. Teoritisi post-modern, misalnya Richard Ashley, menganggap bahwa dengan meningkatkan kemampuan ilmu pengetahuan manusia dalam hal penguasaan bukan hanya berdasarkan atas dunia alam tetapi juga dunia sosial, termasuk sistem internasional. Meskipun demikian, postmodernisme ini pada hakekatnya juga bagian dari modernisme. Ia bukanlah gerakan pemikiran independen yang seratus persen terlepas dari modernisme. Menurut Lyotard, kata ’post’ dalam ’postmodernisme’ tidak bermakna ’telah’ atau ’paska’ modernisme. Dia juga menjelaskan bahwa postmodernisme adalah ketidakpercayaan terhadap metanaratif (Lyotard, dalam Jackson & Sorensen 2009:303).
Kaum postmodernisme adalah kaum dekonstruktif, maksudnya dalam teorinya selalu ada perubahan atau konstruksi ulang oleh seorang teoritisi. Dengan demikian, teori yang sudah mereka buat akan selalu terkontaminasi lagi oleh pendirian dan praduga mereka. Tujuan dari hal tersebut adalah untuk membongkar dan menunjukkan elemen-elemen yang berubah-ubah dan tujuan-tujuannya yang bias. Pada intinya, teori postmodernisme merupakan teori yang menyatakan bahwa hanya sedikit elemen informasi tentang negara berdaulat dalam sistem internasional yang anarkis yang dapat menceritakan kebanyakan dari sesuatu yang besar dan penting yang ingin diketahui tentang Hubungan Internasional.
Kritik post-postitivis terhadap positivis hendaknya bukan menjadi sebuah batu sandungan untuk membedakan kedua paradigma tersebut. Sebaliknya, post-positiv bisa dijadikan sebagai pelengkap. Teori positivis melingkupi realisme, neorealis, neoliberalis, dan liberalisme. Terbentuknya teori-teori tersebut pun tidak terlepas dari peran teori post-positivis dalam segi epistemologis.
Referensi:
Mill, John Stuart (1866) Auguste Comte and Positivism, Trubner.
Jackson, R. & Sorensen, G. (1999) Introduction to International Relations, Oxfor University Press
Hadi, S. (2008). Third Debate dan Kritik Positivisme Ilmu Hubungan Internasional, Jalasutra.
Burchiil, S. & Linklater, A. (2009) Teori-teori Hubungan Internasional, Nusamedia.
SUMBER :
http://fikriffhier-fisip12.web.unair.ac.id/artikel_detail-67488 Pengantar%20Hubungan%20internasional%20SOH101Great%20Debbate:%20Positivisme%20vs%20Postmodernism.html