HUKUM INTERNASIONAL
(Politik Dan keamanan Internasional)
OLEH :
Kelompok 3 :
Frederickus Kutanggas
Padinring Palisuri
Abdul Haris Zakaria
Erwin
FAKULTAS IlMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS”45”MAKASSAR
2012
(Politik Dan keamanan Internasional)
OLEH :
Kelompok 3 :
Frederickus Kutanggas
Padinring Palisuri
Abdul Haris Zakaria
Erwin
FAKULTAS IlMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS”45”MAKASSAR
2012
A. PENDAHULUAN
Perkembangan masyarakat internasional yang demikian pesat memberikan suatu dimensi baru dalam hubungan internasional. Hukum internasional telah memberikan suatu pedoman pelaksanaan yang berupa konvensi-konvensi internasional dalam pelaksanaan hubungan ini. Ketentuan-ketentuan dari konvensi ini kemudian menjadi dasar bagi negara-negara dalam melaksanakan hubungannya dengan negara lainnya di dunia.
Awalnya pelaksanaan hubungan diplomatik antar negara didasarkan pada prinsip kebiasaan yang dianut oleh praktik-praktik negara, prinsip kebiasaan berkembang demikian pesatnya hingga hampir seluruh negara di dunia melakukan hubungan internasionalnya berdasarkan pada prinsip tersebut. Dengan semakin pesatnya pemakaian prinsip kebiasaan yang dianut oleh praktik-praktik negara kemudian prinsip ini menjadi kebiasaan internasional yang merupakan suatu kebiasaan yang diterima umum sebagai hukum oleh masyarakat internasional.
Dengan semakin berkembangnya hubungan antar negara, maka dirasakan perlu untuk membuat suatu peraturan yang dapat mengakomodasi semua kepentingan negara-negara tersebut hingga akhirnya Komisi Hukum Internasional (International Law Comission) menyusun suatu rancangan konvensi internasional yang merupakan suatu wujud dari kebiasaan-kebiasaan internasional di bidang hukum diplomatik yang kemudian dikenal dengan Viena Convention on Diplomatic Relation 1961 (Konvensi Wina 1961 tentang Hubungan Diplomatik). Konvensi Wina 1961 adalah sebagai pengakuan oleh semua negara-negara akan adanya wakil-wakil diplomatik yang sudah ada sejak dahulu.
Konvensi Wina 1961 telah menandai tonggak sejarah yang sangat penting karena masyarakat internasional dalam mengatur hubungan bernegara telah dapat menyusun kodifikasi prinsip-prinsip hukum diplomatik, khususnya yang menyangkut kekebalan dan keistimewaan diplomatik yang sangat mutlak diperlukan bagi semua negara, khususnya para pihak agar di dalam melaksanakan hubungan satu sama lain dapat melakukan fungsi dan tugas diplomatiknya dengan baik dalam rangka memelihara perdamaian dan keamanan internasional serta dalam meningkatkan hubungan bersahabat di antara semua negara. Konvensi Wina 1961 membawa pengaruh sangat besar dalam perkembangan hukum diplomatik. Hampir semua negara yang mengadakan hubungan diplomatik menggunakan ketentuan dalam konvensi ini sebagai landasan hukum pelaksanaannya.
Agar suatu konvensi dapat mengikat negara tersebut maka tiap negara haruslah menjadi pihak dalam konvensi. Adapun kesepakatan untuk mengikatkan diri pada konvensi merupakan tindak lanjut negara-negara setelah diselesaikan suatu perundingan untuk membentuk perjanjian internasional. Tindakan-tindakan inilah yang melahirkan kewajiban-kewajiban tertentu bagi negara, kewajiban tersebut antara lain adalah kewajiban untuk tidak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan maksud dan tujuan konvensi. Akibat dari pengikatan diri ini adalah negara-negara yang menjadi peserta harus tunduk pada peraturan-peraturan yang terdapat dalam konvensi baik secara keseluruhan atau sebagaian.
Akibat dari adanya perbedaan-perbedaan pandangan yang bertentangan mengenai dilaksanakan atau tidaknya kewajiban-kewajiban yang terdapat dalam perjanjian internasional oleh dua negara akan menimbulkan sengketa. Berdasarkan kajian historis diplomasi, telah didokumentasikan ada sekitar 14 ragam tindakan atau reaksi yang dilakukan suatu negara kepada negara lain jika suatu sengketa terjadi. Di antaranya adalah surat protes, denials/accusation (tuduhan/penyangkalan), pemanggilan dubes untuk konsultasi, penarikan dubes, ancaman boikot atau embargo ekonomi (parsial atau total), propaganda anti negara tersebut di dalam negeri, pemutusan hubungan diplomatik secara resmi, mobilisasi pasukan militer (parsial atau penuh) walaupun sebatas tindakan nonviolent, peniadaan kontak antar warganegara (termasuk komunikasi), blokade formal, penggunaan kekuatan militer terbatas (limited use of force) dan pencetusan perang. Namun tindakan-tindakan tersebut tidak mesti berurutan, karena dapat saja melompat dari yang satu ke yang lain. Untuk sampai kepada tingkat ketegangan berupa pemutusan hubungan diplomatik, apalagi perang, perlu ditakar terlebih dahulu derajat urgensinya sebelum pengambilan keputusan yang bersifat drastis tersebut.
Perang adalah kebijakan paling ekstrim yang dapat saja terjadi, namun tidak terjadi dengan begitu saja. Dalam teori diplomasi klasik kerap disebut bahwa perang terjadi jika diplomasi telah gagal. Pada praktek politik kontemporer, perang dan diplomasi dapat saja berjalan bersamaan. Namun demikian pencetusan perang tetap merupakan keputusan besar dengan biaya yang sangat mahal, baik secara ekonomis, politis bahkan pengorbanan darah/nyawa. Oleh sebab itu, pencetusannya tidak cukup hanya karena pertimbangan emosional.
Perkembangan dunia yang terdiri dari berbagai negara berdaulat ini, terdapat dua faktor yang paling penting dalam pemeliharaan perdamaian, yaitu hukum internasional dan diplomasi. Hukum internasional memberikan tatanan bagi dunia yang bagaimanapun anarkis, bagi pemeliharaaan perdamaian. Diplomasi mempunyai peran yang sangat beragam dalam hubungan internasional. Upaya manusia untuk memecahkan persoalan perang dan damai telah dianggap sebagai metode manusia yang paling tua. Diplomasi, dengan penerapan metode negosiasi, persuasi, tukar pikiran, dan sebagainya dalam menjalankan hubungan antara masyarakat yang terorganisasi mengurangi kemungkinan penggunaan kekuatan yang sering tersembunyi di belakangya. Pentingnya diplomasi sebagai pemelihara keseimbangan dan kedamaian tatanan internasional telah sangat meningkat dalam dunia modern ini. Seperti dinyatakan oleh Morgenthau, suatu pra-kondisi bagi penciptaan dunia yang damai adalah berkembangnya konsesus internasional baru memungkinkan diplomasi mendukung perdamaian melalui penyesuaian (peace trough accomodation).
PEMBAHASAN
Kerja sama politik dan keamanan , yaitu kerja sama yang dipicu oleh adanya persamaan dan perbedaan kepentingan serta saling ketergantungan dalam pemenuhan kebutuhan domestik suatu negara yang bekerja sama,Sistem politik secara global dan sistem keamanannya yang diatur dalam hukum internasional secara umum masih dibawah kendali organisasi perserikatan bangsa-bangsa yang dalam hal ini dibawahi oleh sebuah bidang yang disebut dewan keamanan PBB
dalam hal politik dan keamanan internasional Dewan Keamanan PBB mempunyai tugas utama berdasarkan Piagam PBB untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional. Selama empat puluh lima tahun di awal keberadaannya, Dewan Keamanan dirasakan sangat tidak berdaya akibat perang dingin yang terjadi. Namun sejak tahun 1990, di mana telah terjadi pencairan suhu politik global, Dewan Keamanan kini telah menjadi aktif kembali.
Dewan Keamanan ini terdiri dari 15 (limabelas) negara anggota, 5 (lima) diantaranya adalah anggota tetap yaitu Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Russia, dan China. Anggota tetap ini mempunyai hak untuk memveto putusan yang akan diambil oleh Dewan Keamanan dengan cara menolak dan melawan putusan tersebut.
Pasal 1 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menyatakan ketentuan-ketentuan tentang hal-hal berikut.
1. PBB inenciptakan perdamaian dan keamanan internasional serta berusaha mencegah timbulnya bahaya yang mengancam perdamaian dan keamanan.
2. PBB mengembangkan persahabatan antarbangsa atas dasar persamaan dan hak menentukan nasib sendiri dalarn rangka perdamaian dunia.
3. PBB mengembangkan kerja sama internasional dalam rangka memecahkan persoalan-persoalan ekonomi, sosial budaya, kemanusiaan, serta menghormati hak-hak asasi manusia tanpa membeda-bedakan suku, jenis kelamin, bahasa, dan agama.
PBB menjadi pusat penyelesaian-penyelesaian masalah internasional.Perjanjian internasional (traktat = treaty) adalah suatu persetujuan (agreement) yang dinyatakan secara formal antara dua negara atau lebih mengenai penetapan serta ketentuan tentang hak dan kewajiban masing-masing pihak. Kemudian, pihak-pihak tersebut terikat oleh kesepakatan, baik masa damai maupun pada masa perang. Pada umumnya, traktat ditaati oleh pihak-pihak yang berkepentingan karena adanya asas pacta stint servanda (persetujuan antarnegara harus dihormati).
Berdasarkan pada Bab VI Piagam PBB, Dewan Keamanan tersebut mempunyai kewajiban dianggap perlu, memanggil para pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan permasalahannya secara damai dengan cara, misalnya, negosiasi, mediasi, konsiliasi, arbitrasi, ataupun penyelesaian melalui jalur pengadilan. Dimungkin juga, jika semua pihak yang bersengketa sepakat, diberikan rekomendasi bagi para para pihak dengan cara-cara penyelesaian lainnya secara damai. Pasukan penjaga keamanan PBB pertama kali dibentuk oleh Majelis Umum PBB, namun setelah itu selalu dibentuk oleh Dewan Keamanan, di mana Dewan memegang kewenangan dalam memerintah terhadap mereka. Walaupun Piagam PBB tidak secara jelas memberikan kewenangan kepada Dewan Keamanan untuk membentuk pasukan penjaga keamanan, tetapi Mahkamah Internasional dalam satu kasus pada tahun 1962 menyatakan bahwa Dewan Keamanan mempunyai kewenangan tambahan untuk tujuan pembentukan tersebut.
Pasukan penjaga keamanan ini biasanya ditempatkan oleh Dewan Kemanan hanya apabila gencatan sejata telah disepakati oleh pihak yang bersengketa sehingga penjaga keamanan yang diturunkan hanyalah pasukan biasa dan bukan pasukan yang biasa diterjunkan dalam peperangan. Dewan Keamanan juga dapat mengambil tindakan yang lebih besar dari sekedar pengiriman pasukan penjaga keamanan. Pengertian “secara damai” dalam Pasal 39 Piagam PBB dapat termasuk dalam hal konflik yang terjadi di luar negara-negara yang bersengketa. Pada saat Piagam PBB dibentuk, hal ini juga dipertimbangkan bahwa konflik yang terjadi pada batas wilayah suatu negara dapat pula menimbulkan pelanggaran ataupun ancaman terhadap situasi damai, dengan demikian Dewan Keamanan dapat pula mengambil tindakan dalam hal ini.
Kerja sama politik, yaitu kerja sama yang dipicu oleh adanya persamaan dan perbedaan kepentingan politik dari pihak yang bekerja sama. Contoh: Kerjasama negara-negara Asia Tenggara dalam wadah organisasi ASEAN (Association of South East Asian Nations)
Tujuan Kerja sama dalam bidang politik dan keamanan
Kerjasama Politik Keamanan Kerjasama ini ditujukan untuk menciptakan keamanan, stabilitas dan perdamaian khususnya di kawasan dan umumnya di dunia. Kerjasama dalam bidang politik dan keamanan dilakukan menggunakan instrumen politik seperti Kawasan Damai, Bebas Dan Netral (Zone Of Peace, Freedom And Neutrality/ ZOPFAN), Traktat Persahabatan dan Kerjasama (Treaty of Amity and Cooperation /TAC in Southeast Asia), dan Kawasan Bebas Senjata Nuklir Di Asia Tenggara (Treaty on Southeast Asia Nuclear Weapon-Free Zone/SEANWFZ). Selain ketiga instrumen politik tersebut,
Beberapa contoh kerja sama politik dan keamanan:
• Traktat Bantuan Hukum Timbal Balik di Bidang Pidana (Treaty on Mutual Legal Assistance in Criminal Matters/MLAT);
• Konvensi ASEAN tentang Pemberantasan Terorisme (ASEAN Convention on Counter Terrorism/ACCT);
• Pertemuan para Menteri Pertahanan (Defence Ministers Meeting/ADMM) yang bertujuan untuk mempromosikan perdamaian dan stabilitas kawasan melalui dialog serta kerjasama di bidang pertahanan dan keamanan;
DIPLOMASI
adalah seni dan praktik bernegosiasi oleh seseorang (disebut diplomat) yang biasanya mewakili sebuah negara atau organisasi. Kata diplomasi sendiri biasanya langsung terkait dengan diplomasi internasional yang biasanya mengurus berbagai hal seperti budaya, ekonomi, dan perdagangan. Biasanya, orang menganggap diplomasi sebagai cara mendapatkan keuntungan dengan kata-kata yang halus. Perjanjian-perjanjian internasional umumnya dirundingkan oleh para diplomat terlebih dahulu sebelum disetujui oleh pembesar-pembesar negara. Istilah diplomacy diperkenalkan ke dalam bahasa Inggris oleh Edward Burke pada tahun 1796 berdasarkan sebuah kata dari bahasa Perancis yaitu diplomatie.
• JENIS-JENIS DIPLOMASI
DIPLOMASI PREVENTIF Diplomasi preventif didefinisikan sebagai sebuah langkah metode resolusi perselisihan secara damai seperti yang disebutkan dalam Artikel 33 piagam PBB yang diterapkan sebelum perselisihan melewati ambang batas untuk memicu konflik. Dan perlu diketahui ada beberapa prinsip fundamental hukum internasioonal mengenai diplomasi preventif ini antara lain terdapat pada:
1. pasal 2 dan 4 piagam PBB yang mengatur tentang Larangan menggunakan kekerasan
2. pasal 2 dan 3 piagam PBB yang mengatur tentang Penyelesaian perselisihan secara damai
Dalam Agenda of Peace (1992) sekretaris jenderal Marrack goulding mengatakan bahwa “diplomasi preventif membutuhkan ukuran untuk menciptakan kepercayadirian sebab diplomasi ini menawarkan peringatan lebih dini berdasarkan informasi yang dikumpulkan serta fakta formal dan informal yang ditemukan, juga melibatkan penyebaran preventif, dan dalam beberapa situasi, zona-zona demiliterisasi”.
Selain itu aktor-aktor yang secara aktif berperan dalam diplomasi preventif kini semakin beragam. Tak hanya PBB saja tetapi juga organisasi regional, pemerintah, NGO, media masa, bahkan aktor individu. Dan peran mereka kini semakin menjadi esensial seiring dengan berjalannya waktu. Namun diplomasi ini tidak selalu berhasil dijalankan (seperti yang terjadi pada konflik di bosnia). Sebab dalam diplomasi preventif dibutuhkan hadirnya pihak ketiga yang turut campur tangan dalam penyelesaian konflik antar state (misalnya PBB) sementara negara-negara tersebut seringkali merasa bahwa tidak perlu ada pihak ketiga yang mencampuri urusan internal mereka jika situasi masih belum dalam taraf yang ‘mengerikan’.
o DIPLOMASI SECURITY
Peace of Westphalia dapat dikatakan sebagai diplomasi security pertama di dunia sebab Westphalia merupakan kelahiran dari konsep nation state yang mengakhiri perang 30 tahun di mana BeberAPA elemen yang masih bertahan di modern sistem saat ini adalah:
1. Non interference dalam urusan dalam negeri negara lain
2. Konsep diplomatic immunity 3. Hanya pengakuan state-lah (bukan lagi Gereja) yang dapat melakukan control politik.
Keamanan sangat dibutuhkan oleh suatu negara, terlebih ketika kompleksitas semakin meningkat saat ini. Misalnya dengan munculnya masalah security kontemporer saat ini seperti tidak adanya national boundaries, ancaman-ancaman tak terduga dalam level global, regional, dan national, serta ancaman-ancaman lainnya seperti yang disebutkan dalam UNHCP Report sebagai six clusters of threats:
1. Ancaman ekonomi dan social, termasuk kemiskinan, wabah penyakit dan degradasi lingkungan. Perlu kita ketahui sebelumnya bahwa elemen-elemen dari security adalah energy, environment dan survival.
2. Konflik inter-state
3. Konflik internal, termasuk civil war,genocide dan semacamnya dalam sekala besar atrokas
4. Senjata Nuklir, radiologi, kimia dan biologi yang berkembang saat ini
5. Terorisme
6. Kejahatan organisasi transnasional Dalam menjalankan diplomasi security dapat menggunakan dua alterative. Pertama melalui hard power dengan cara menyediakan alat-alat militer guna menjaga keamanan dan yang kedua melalui soft power yakni dengan cara menyediakan keamanan melalui nilai-nilai. Misalnya dalam maslah terorisme, menurut Dr Milan Jazbez, penggunaan hard power saja dalam penyelesaian terorisme saat ini jelas tidak membuahkan hasil yang signifikan. Kita masih menemui maslah terorisme sebagai sebuah matriks global yang menjadi masalah permanen. Oleh karena itu, penggunaan soft power dalam diplomasi security Ada baiknya turut dijalankan dengan cara mengenali siapa, darimana, dan bagaimana caranya membuat perjanjian dengan mereka (terorisme).
Tujuan dari diplomasi security adalah bagaimana caranya memenuhi kebutuhan social, lingkungan, kesehatan, pendidikan, pekerja, intelektual, emosional, dan lain sebagainya. Dan dalam perjalanan ke depannya. Diplomasi ini memunculkan beberapa key player selain states, seperti organisasi internasional, aktor non-state, dan jaringan-jaringan security semacamnya.
Berikut beberapa bentuk penyediaan security dalam beberapa abad:
1. Balance of power (hingga akhir WWI)
2. Collective security (LBB dan PBB)
3. Collective defense (NATO)
o DIPLOMASI HUMAN RIGHT
Diplomasi human right PERAN PBB Berikut adalah peran PBB dan aktivitas departemennya, agensi, dan program-programnya:
1. Aksi political .2. Operasi peacekeeping.3. Disarmament.4. Human right action .5. Developmental assistance.6. Humanitarian action 7. Informasi public dan media 8. Persamaan gender.9. Drug and crime prevention
o DASAR HUKUM DIPLOMASI
1. The Oxford English Dictionary
: Menejemen Hubungan Internasional melalui negosiasi dimana hubungan tersebut diselaraskan dan diatur oleh duta besar dan parawakil negara atau seni para diplomat.
2. The Chamber’s Twentieth Century Dictionary
: The Art of negotiation, especially of treaties between States or Political skill.
3. Sir Ernest Satow dalam Guide Diplomatic Practice
: The Aplication of Intellegenceand Tact of Conduct of official Relations between the Government of IndependenceStates.
4. K.M. Panikar dalm The Principle and Practice Of Diplomacy
: Seni mengedepankankepentingan suatu negara dalam hubungannya dengan negara lain.
5. Ivo D. Duchacek
: Praktek Pelaksanaan Politik Luar Negeri suatu negara dengan caranegosiasi dengan negara lain.
6. Clausewitz
: Perang merupakan Diplomasi dengan sarana lain.
7. Dean A. Minix & Sandra M. Hawley Dalam Global Politics
: Management of Relations Between States and Between state and Other actors.
8. W.W. Kulski
: Perumusan & Pelaksanaan Politik Luar Negeri.Dasar Hukum yang menjadi rujukan dalam pelaksanaan Diplomasi antar negara adalah
Vienna Convention on Diplomatic Relations of 1961
Dalam konvensi tersebut ada beberapa konsep dasar yang mengatur hubungan diplomatik, diantaranya:
Diplomatic Immunity , yaitu aturan dasar hukum internasional yang mengizinkan seorangdiplomat untuk terlibat dalam diplomasi inmternasional tanpa ada perasaan takut dan adanyacampur tangan dari pihak luar.
Immunity
( kekebalan diplomatik ) adalah suatu perlindungan terhadap diplomat dari pelaksanaan hukum normal dan gugatan yang meliputi duta besar dan staff, atase dan keluarganya. Kekebalan diplomatik masih dimiliki oleh korps diplomatik,walaupun telah terjadi perang antara dua negara dan meninggalnya seseorang pejabat korpsdiplomatik.Contoh : Diplomat Jepang tetap diperlakukan sebagai seseorang yang memiliki Immunity,walaupun terjadi perang antara AS dan Jepang ketika Jepang menyerang Pearl Harbour tahun1941. Begitu juga ketika salah seorang pejabat diplomat perancis meninggal di Hotel, DubesPerancis dapat menolak upaya penyelidikan yang dilakukan oleh pejabat pemerintah Inggris.Walaupun demikian tidak berarti bahwa staff diplomatik tidak dapat terjerat hukum ( Impunity). Diplomat profesional tetap memiliki kode etik yang mengharuskan mereka menghargai hukum lokal.
“ The Best Guarantee of the Diplomat’s Immunity is the correctnessof his own good conduct “.
Tindakan yang tidak baik ( Misconduct ) adalah Speeding, Trafficaccidents dan Parking in front of fire Hydrants.
Persona Non Grata adalah tindakan untuk tidak menerima perwakilan (diplomat ) negara pengirim atau meminta menarik kembali wakilnya oleh negara penerima
( Host State)karenaalasan tertentu, dan umumnya tidak perlu memberikan penjelasan. Walaupun demikian padaumumnya, upaya persona non grata disebabkan oleh adanya tindakan kejahatan (misconduct ), menjadi mata-mata ( Espionage) dan tindakan balasan ( Retaliation ). Extrateritoriality adalah status yang dimiliki oleh korps diplomatik atas tidak terkenanyahukum negara penerima di dalam kedutaanya, walaupun hukum antar negara tersebut tidak sama. Namun demikian kasus di Inggris tahun 1972 ( Kasus Radwan V. Radwan ) dimana orang mesir menceraikan orang Inggris, oleh Pengadilan Inggris tetap diberlakukan hukuminggris. Bagi Host State memiliki kewajiban untuk melindungi keduataan dari gangguan massa negara penerima. Dalam praktek diplomasi modern, prinsip extrateritoriality banyak
dipungkiri.Kasus non-diplomatik,masalah kriminal dalam beberapa hal masuk dalam juridiksi negara penerima.
o Asylum
adalah perlindungan dari penahanan atau ekstradisi yang diberikan oleh pihak kedutaan kepada pengungsi politik lokal. Namun demikian mahkamah pengadilaninternasional tidak secara umum mengakui hak asylum bagi kedutaan, tapi Asylum tersebut berlaku hanya untuk alasan-alasan kemanusiaan ketika pengungsi tersebut terancam olehkejahatan massa. Contoh : perlindungan AS terhadap orang China dalam kasus tiananmentahun 1989,walaupun pemerintah China menjelaskan bahwa hal tersebut bukan karena kejahatan massa. Begitu juga kasus kaburnya Cardinal Josef Mindszenty dari komunishungaria, setelah dipenjara selama 8 tahun, yang dilindungi oleh kedutaan AS selama 15tahun di Budapest, setelah pemerintah hungaria memberi izin kepadanya untuk meninggalkanhungaria.
o Protocol
Adalah aturan dan prosedur standar dalam diplomasi.Protokol lebih merupakan suatu kebiasaan internasional daripada hukum internasional formal. Selama abad 17 dan 18, paradiplomat menghabiskan waktu untuk menentukan aturan protokol yang bersangkut pautdengan masalah status dan prestise.
Contoh:masalah tempat duduk akan sangat merefleksikan kekuasaan dan pentingnya suatu negara.Sejak Congress Vienna tahun 1815,senioritas dalam keberadaanya sebagai duta besar menjadi faktor penting dalam kebiasaan resmi.Aturan untuk Consuls danConsulat termuat dalamThe Vienna on Consular Relations of 1963 sebagai tambahan dari convensi tahun 1961.Konsul tidak memiliki hak Immunity dan Inviolabilit yang sama dengan Diplomats,walaupun komisi hukum internasional PBB merekomendasikan untuk memberikan perlindungan yang sama. Konsul kurang mendapat perlindungan dari tuntutan kejahatan dibandingkan diplomats dan otoritas negara penerimadapat masuk ke dalam konsulat dalam masalah yang berhubungan dengan keamanan publik seperti masalah kebakaran. Namun demikian konsulat tetap mendapat perlindungan berupa :kebebasan berkomunikasi, kebebasan bergerak memiliki kesamaan dengan diplomat.Pada masa sekarang hak Immunity dan keistimewaan antara diplomats dan konsul memiliki kesamaan yang dibuat bersama melalui perjanjian bilateral dan kebiasaan. Dibeberapa negara( AS ) telah menyatukan staff diplomatic dengan konsuler dalam satu bagian.: Faktor penting dalam memahami ketentuan hukum diplomasi adalah bahwa aturan-aturan yang mengatur diplomasi, hal paling utama adalah didasarkan pada kebiasaan dandikodifikasi dalam hukum formal pada awal tahun 1960-an,yang melindungi diplomat dengan Immunity dan untuk mempasilitasi kerja mereka melalui protocol .Dengan Immunitydan Protocol ,Diplomats memiliki kesempatan yang lebih baik untuk mewakili kepentingannegaranya dan menjaga perdamaian.
o BERLAKUNYA HUBUNGAN DIPLOMATIK
PEMBUKAAN PERWAKILAN DIPLOMATIK
Untuk melakukan pembukaan atau pertukaran perwakilan diplomatik maupun konsuler dengan negara-negara sahabat, pada umumnya harus memenuhi syarat-syarat berikut :
1. Harus ada kesepakatan antara kedua belah pihak (mutual consent). Hal ini secara tegas dijelaskan dalan Konvensi Wina 1961, yang menyatakan bahwa pembentukan hubungan-hubungan diplomatik antara negara-negara dilakukan dengan persetujuan bersama. Permufakatan bersama tersebut dituangkan dalam suatu bentuk persetujuan bersama (joint agreement), komunikasi bersama (joint communication), atau pernyataan bersama (joint declaration) mengenai persetujuan yang didasarkan pada kesepakatan bersama.
2. Prinsip-prinsip hukum internasional yang berlaku. Setiap negara dapat melakukan hubungan atau pertukaran perwakilan diplomatik didasarkan prinsip-prinsip hukum yang berlaku dan prinsip timbal balik (resiprositas)
Dalam hukum diplomatik dikenal hal legasi yakni hak atau wewenang untuk membuka hubungan-hubungan diplomatik. Hak legasi meliputi
(1) hak legasi aktif (aktivum), dan
(2) hak legasi pasif (pasivum).
Hak legasi bukanlah hask sempurna. Tidak ada negara yang dapat dipaksa untuk mengadakan hubungan diplomatik. Hanya wewenang yang dilengkapi dengan persetujuan negara lain. Biasanya, suatu negara dianggap mau menerima wakil diplomatik meskipum tidak tetap, apabila negara tersebut hendak menjalin hubungan dengan negara lainnya. Hak legasi dimiliki oleh negara-negara yang berdaulat. Artinya, suatu negara bebas mengadakan hubungan dengan negara lain tanpa paksaan negara mana pun.
o PENGANGKATAN DAN PENERIMAAN PERWAKILAN DIPLOMATIK
Sesuai dengan Konvensi Wina 1961, sebelum pengiriman calon kepala misi diplomatik harus ada persetujuan (agreement) dari negara penerima terlebih dahulu. Hak legasi (pembukaan hubungan diplomatik) membutuhkan persetujuan dari kedua belah pihak. Persetujuan dapat secara tertulis (tetapi tidak perlu) dan dapat dilakukan secara informal. Berkaitan dengan proses persetujuan pengangkatan kepala misi diplomatik, biasanya juga ditetapkan kepangkatannya. Hal ini tidak berarti bahwa pangkat kepala misi suatu negara selalu sama dengan negara lain. Bahkan dalam praktiknya, ada negara yang mau menerima ambassador (duta besar) tetapi hanya mengirimkan duta(envoys) saja. Jadi, pangkatnya tidak harus sama.
Tugas misi diplomatik antara lain untuk mengembangkan/menjalin hubungan yang saling menguntungkan antara negara pengirim dan negara penerima, terutama persahabatan antara kedua negara perlu dipertahankan/ditingkatkan terus. Oleh karena itu, pejabat yang dikirim harus orang yang disenangi oleh negara penerima. Untuk menghindari wakil yang dikirimkan termasuk orang yang tidak disukai (persona non grata) maka calon wakil tersebut harus diinformasikan lebih dahulu oleh negara pengirim, ke negara penerima. Oleh karena itu pula sebelum dikirim sebagai wakil diplomatik, negara pengirim meminta kepada negara penerima, data pribadi orang yang aka
Proses persetujuan atau penolakan disebut agregation. Agregation, terdiri atas dua bagian :
1. Meminta penjelasan informal kepada negara penerima apakah calon dapat diterima sebagai wakil diplomatik oleh negara penerima.
2. Pemberitahuan dari negara penerima, secara tidak resmi bahwa calon dapat disetujui. Bagian itulah yang biasanya dikenal sebagai agreement.
o Keistimewaan perwakilan diplomatik
Konvensi Wina 1961 menentukan dengan tegas keistimewaan diplomatik bagi negara pengirim dan kepala misi diplomatik akan dibebaskan dari segala macam bentuk pungutan dan pajak-pajak, baik bersifat nasional, pajak daerah maupun iuran-iuran lain terhadap gedung perwakilan sebagaimana diatur dalam Pasal 33 Konvensi Wina 1961, dan pengecualiannya adalah sebagaimana yang diatur Pasal 34 Konvensi Wina 196.
o HAK DAN KEWENANGAN PEJABAT PERWAKILAN DIPLOMATIK
Mengenai kekebalan dan keistimewaan diplomatik itu dibagi menjadi dua, yaitu :
Inviolability. Diperuntukkan kekebalan terhadap alat-alat kekuasaan negara penerima dan kekebalan terhadap semua gangguan yang merugikan serta mendapatkan perlindungan dari aparat negara yang berkepentingan. Kekebalan dari yurisdiksi negara penerima.
Kekebalan diplomatik adalah hal yang tidak dapat diganggu gugat, kekebalan diplomatik yang diberikan berdasarkan Konvensi Wina 1961 dapat dikelompokkan menjadi :
a. kekebalan terhadap diri pribadi .b. Kekebalan yurisdiksional .c. Kekebalan dari kewajiban menjadi saksi. d. kekebalan kantor perwakilan dan rumah kediaman e. kekebalan korespondensi (berkenaan dengan kerahasiaan dokumen).f. kekebalan dan keistimewaan di negara ketiga.g. penanggalan kekebalan diplomatik.h. pembebasan dari pajak dan bea cukai/bea masuk.
Berdasarkan pada konvensi Wina 1961 itu, kekebalan itu diberikan pada :
a. pejabat perwakilan diplomatik.b. Staf pribadic. Anggota keluarga pejabat diplomatic
d. Kurir diplomatik dan lainnya.
C. Dasar Teoritis dan Yuridis Kekebalan dan Keistimewaan Diplomatik
A.Dasar Teoritis
Adapun teori-teori mengenai mengapa diberikannya kekebalan-kekebalan dan hak istimewa, di dalam hukum internasional terdapat tiga teori yaitu;
1. Teori Exterritoriality
Artinya ialah bahwa seorang wakil diplomatik itu karena Eksterritorialiteit dianggap tidak berada di wilayah negara penerima, tetapi di wilayah negara pengirim, meskipun kenyataannya di wilayah neghara penerima. Oleh sebab itu, maka dengan sendirinya wakil diplomatik itu tidak takluk kepada hukum negara penerima. Begitun pula ia tidak dikuasai oleh hukum negara penerima dan tidak takluk pada segala peraturan negara penerima.
2.Teori Representative Character
Teori ini mendasarkan pemberian kekebalan diplomatik dan hak istimewa kepada sifat dari seorang diplomat, yaitu karena ia mewakili kepala negara atau negaranya di luar negeri.
3.Teori Kebutuhan Fungsional
Menurut teori ini dasar-dasar kekebalan dan hak-hak istimewa seorang wakil diplomatik adalah bahwa wakil diplomatik harus dan perlu diberi kesempatan seluas-luasnya untuk melakukan tugasnya dengan sempurna. Segala yang mempengaruhi secara buruk haruslah dicegah.
B.Dasar Yuridis
Ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang hak kekebalan dan hak istimewa dalam Konvensi Wina 1961 dijumpai dalam pasal 22 sampai 31, hal mana dapat diklasifikasikan dalam:
1. Ketentuan-ketentuan hak-hak istimewa dan kekebalan gedung-gedung perwakilan beserta arsip-arsip, kita jumpai pada pasal 22, 24 dan 30
2. Ketentuan-ketentuan hak-hak istimewa dan kekebalan mengenai pekerjaan atau pelaksanaan tugas wakil diplomatik, kita jumpai dalam pasal 25,26 dan 27
3. Ketentuan-ketentuan hak-hak istimewa dan kekebalan mengenai pribadi wakil diplomatik, kita jumpai dalam pasal 29 dan 31Disamping Konvensi Wina 1961 yang merupakan yuridis pemberian dan pengakuan hak kekebalan dan hak-hak istimewa diplomatik yang merupakan perjanjian-perjanjian multilateral bagi negara-negara pesertanya, juga dibutuhkan perjanjian bilateral antar negara yang merupakan pelaksanaan pertukaran diplomatik tersebut, sebagai dasar pelaksanaan kekebalan dan hak-hak istimewa diplomatik
D. Mulai berlakunya kekebalan dan keistimeawan diplomatik
Menurut Konvensi Wina 1961 tentang hubungan diplomatik, setiap orang yang berhak mendapatkan hak istimewa dan kekebalan diplomatik akan mulai menikmatinya sejak pengangkatannya diberikan kepada Kementerian Luar Negeri atau kepada kementerian lainnya sebagaimana mungkin telah disetujui.
Pasal 39 ayat 1 Konvensi Wina 1961 menyebutkan, bahwa:
Every person entitled to privileges and immunities shall enjoy them from the moment he enters the territory of the receiving State on proceeding to take up his post or, if already in its territory, from the moment when his appointment is notified to the Ministry for Foreign Affairs or such other ministry as may be agreed.
Adapun maksudnya adalah, setiap orang berhak atas hak istimewa dan menikmati kekebalan (immunities) dari saat dia memasuki wilayah negara penerima dan melanjutkan untuk mengambil pos itu, atau jika sudah dalam wilayah, dari saat ketika itu adalah janji diberitahukan kepada Departemen Luar Negeri lain atau departemen yang akan disepakati. Hak istimewa dan kekebalan diplomatik akan tetap berlangsung sampai diplomat mempunyai waktu sepantasnya menjelang keberangkatannya setelah menyelesaikan tugasnya di suatu negara penerima.
E. Berakhirnya kekebalan dan keistimewaan diplomatik
Bagi negara pengirim sudah jelas bahwa hak-hak istimewa dan kekebalan diplomatik dari wakil-wakil diplomatiknya berakhir atau tidak berlaku lagi pada saat mereka sudah berada kembali di negara-negara mereka sendiri. Karena tidaklah mungkin negara itu memberikan hak-hak istimewa dan kekebalan diplomatik kepada warga negaranya sendiri. Sedangkan bagi negara penerima, hak-hak istimewa dan kekebalan dari seorang perwakilan diplomatik asing yang masa jabatan atau tugasnya telah berakhir, biasanya pada saat ia meninggalkan negara itu, atau pada saat berakhirnya suatu waktu yang layak (resonable period/reasonable opportunity) yang diberikan kepadanya untuk meninggalkan negara penerima. Namun dalam hal tertentu, negara penerima dapat meminta negara pengirim untuk menarik diplomatnya apabila ia dinyatakan persona nongrata.
Pasal 39 ayat 2 Konvensi Wina disebutkan,bahwa:
When the functions of a person enjoying privileges and immunities have come to an end, such privileges and immunities shall normally cease at the moment when he leaves the country, or on expiry of a reasonable period in which to do so, but shall subsist until that time, even in case of armed conflict. However, with respect to acts performed by such a person in the exercise of his functions as a member of the mission, immunity shall continue to subsist
Artinya, apabila tugas-tugas seseorang yang mempunyai hak istimewa dan kekebalan itu biasanya berakhir pada waktu ia meninggalkan negeri itu, atau pada habisnya suatu masa yang layak untuk itu, tetapi harus tetap berlaku sampai waktu berangkat, bahkan dalam keadaan sengketa bersenjata. Namun sehubungan dengan tindakan-tindakan orang demikian dalam melaksanakan tugas-tugasnya sebagai seorang anggota perwakilan, kekebalan harus tetap berlaku. Kekebalan tidak berhenti dalam hal tugas-tugas resmi yang dilakukan dalam rangka melaksanakan tugas-tugas mereka. Sedangkan dalam hal kematian seorang diplomat, anggota keluarganya masih berhak untuk menikmati kekebalan dan keistimewaan sampai waktu yang dianggap cukup pantas.
Study Case : pelanggaran Hukum diplomat di Iran terhadap Kedubes Inggris
Persoalan perluasan yurisdiksi berlakunya hukum pidana berdasarkan asas territorial di wilayah darat timbul, karena adanya suatu teori dalam hukum internasional diplomatik yang menyatakan bahwa gedung diplomatik merupakan perluasan wilayah suatu negara pengirim di negara penerima.
Yurisdiksi ekstrateritorial, diartikan sebagai kepanjangan secara semu (quasi extentio) dari yurisdiksi suatu negara di wilayah yurisdiksi negara lain. Konsep ini didasarkan atas teori ekstrateritorial dalam kaitannya dengan premises (sebidang tanah dimana berdiri gedung-gedung Perwakilan Diplomatik atau Konsuler) di suatu negara. Lingkungan wilayah di dalam premises tersebut dianggap seakan-akan merupakan wilayah tambahan dari suatu negara. Yurisdiksi ekstrateritorial tersebut meliputi yurisdiksi Perwakilan Diplomatik dan Konsuler dari suatu negara khususnya yang menyangkut yurisdiksi suatu negara terhadap Warga Negaranya di negara lain. Yurisdiksi ekstrateritorial ini pada awalnya disebut sebagai yurisdiksi Konsuler karena yurisdiksi semacam itu sudah dianut dan dikenal sejak dahulu dan telah dipraktekkan oleh Konsul-Konsul di negara lain.Premis tersebut di dalam hukum diplomatik dinyatakan tidak boleh diganggu gugat, tidak boleh dimasuki oleh aparat keamanan setempat kecuali seizin Kepala Perwakilannya, karena itu perwakilan diplomatik maupun Konsuler suatu Negara dalam batas-batas tertentu dapat melaksanakan yurisdiksi ekstrateritorial-nya di Negara lain. Dalam hal ini kita tidak akan membahas dari sisi keadaan politik yang terjadi antara Iran dan Inggris, namun kita akan membahas dari sisi Hukum Pidana Internasional yaitu mengenai Yurisdiksi Ekstra Territorialnya. Kedutaan Besar merupakan salah satu dari Ekstra Territorial suatu negara, dimana negara dapat menerapkan yurisdiksinya dalam wilayah negara penerima. Bagaimana pemerintah Inggris dapat menerapkan yurisdiknya apabila tempat kediamannya di Iran dirusak yang sekaligus secara tidak langsung mengganggu pula keamanan pribadi dari semua perwakilan yang termasuk dalam kedutaan besar itu. Pemerintah Iran dalam hal ini telah melanggar ketentuan yang ada dalam Konvensi Wina 1961. Berdasarkan konvensi tersebut, gedung perwakilan asing suatu negara seharusnya mendapat perlindungan dari negara penerima. Hal ini karena, gedung perwakilan asing tersebut merupakan bagian yurisdiksi esktra territorial dari sebuah negara pengirim, dimana negara pengirim tersebut dapat menerapkan yurisdiksinya di negara penerima. Tidak diganggunya perwakilan asing tersebut menyangkut dua aspek, Aspek pertama adalah mengenai kewajiban negara penerima untuk memberikan perlindungan sepenuhnya sebagai perwakilan asing di negara tersebut dari setiap gangguan. Bahkan bila terjadi keadaan luar biasa seperti putusnya hubungan diplomatik atau terjadinya konflik bersenjata antara negara pengirim dan negara penerima, kewajiban negara penerima untuk melindungi gedung perwakilan berikut harta milik dan arsip-arsip tetap harus dilakukan. Aspek kedua adalah kedudukan perwakilan asing itu sendiri yang dinyatakan kebal dari pemeriksaan termasuk barang-barang miliknya dan semya arsip yang didalamnya. Didalam Konvensi Wina 1961, secara jelas memberikan batasan bahwa gedung-gedung dan bagian-bagiannya dan tanah tempat itu didirikan, tanpa memperhatikan siapa pemiliknya yang digunakan untuk keperluan perwakilan negara asing tersebut termasuk rumah kediaman kepala perwakilan.
Kronologis kasus ini terjadi berawal dari Inggris membantu secara terbuka kebijakan AS terhadap Iran, termasuk sanksi Ekonomi yang diterapkan oleh AS yang diumumkan oleh Menkeu dan Menlu AS pada 22 Nopember lalu saat penetapan kebijakan ekstrim terhadap Iran dengan menerapkan UU Patriot AS. Sanksi AS yang dibantu Inggris terbaru itu memang sangat keras dan tajam untuk memberi pelajaran keras terhadap Iran. Diprediksikan oleh berbagai kalangan sanksi baru AS tersebut bisa jadi sebagai cikal bakal terbitnya resolusi terbaru PBB terhadap Iran. Resolusi terbaru tersebut tersebut adalah representasi dunia internasional atas akumulasi kekecewaan AS dibantu Inggris dan sekutunya terhadap kebijakan garis keras Iran dalam bernegosiasi dengan Barat.
Akhirnya ketegangan itu memuncak setelah Parlemen Iran (pada tanggal 27/11) menyetujui RUU pengurangan hubungan diplomatik dengan Inggris sebgaimana yang telah diumumkan oleh Parelemen Iran dua hari lalu, seperti dilaporkan oleh kantor berita Iran, IRNA. Dalam serbuan kali ini para pelajar dan mahasiswa pada siang hari waktu Iran menyerbu kedutaan Inggris dengan melemparinya dengan batu dan melemparkan bom molotov ke dalam kedutaan dari luar pagar. Mereka melawan barikade Polisi keamanan Iran. Entah benar-benar terjaga kedutaan itu apa tidak nyatanya dalam tempo 2 jam setelah berdesak-desakan para pelajar dan mahasiswa berhasil menembus barikade polisi.
Perlindungan memang diperlukan bagi kedutaan besar Inggris dari pemerintah Iran, karena dalam ini adanya kewajiban perlindungan di dalam/ lingkungan gedung perwakilan asing (Interna Rationae) dan perlindungan di luar gedung perwakilan asing (Externa Rationae). Kegiatan yang terjadi diluar gedung perwakilan asing tersebut dalam hal ini unjuk rasa/demonstrasi yang merusak gedung kedutaan besar Inggris, hal itu merupakan gangguan terhadap ketenangan perwakilan dalam menjalankan misinya atau dapat menurunkan harkat dan martabat perwakilan asing di suatu negara yang pada hakikatnya bisa bertentangan dengan arti dan makna dari Pasal 22 (2) Konvensi Wina 1961. Pasal 22 (2) ini mengakibatkan suatu tingkat perlindungan yang khusus di samping kewajiban yang sudah ada guna menunjukkan kesungguhan dalam melindungi perwakilan asing yang berada di suatu negara.
Dalam kasus perusakan Kedutaan Besar Inggris untuk Iran ini, negara Iran telah lalai melindungi perwakilan asing (perwakilan dari negara Inggris) di wilayah negaranya sekaligus melanggar pasal 22 ayat (2) Konvensi Wina 1961. Akan tetapi perlu kita perhatikan disini yang berhubung dengan materi Hukum Pidana Internasional, pelaku yang merusak Kedutaan besar adalah para mahasiswa (kelompok) warga negara Iran, dan bukan di bawah kebijakan pemerintah/organisasi di Iran, sehingga kejahatan ini bukanlah kejahatan transnasional akan tetapi merupakan kejahatan internasional, karena merupakan perbuatan dianggap sebagai kejahatan internasional baik yang diatur dalam konvensi internasional (Konvensi Wina) maupun dalam hukum kebiasaan internasional.
Oleh karena itu, tindakan-tindakan yang perlu diambil adalah :
1. Karena ini merupakan tindak kejahatan yang bukan termasuk yurisdiksi ICC (Mahkamah Internasional), maka para pelaku perusakan ini ditindak dengan menggunakan hukum nasional Iran atas permintaan negara Inggris, selain itu penindakan terhadap para pelaku ini merupakan kewajiban dari negara Iran.
2. Apabila negara Iran unwillingness atau unable, maka wewenang yurisdiksi terhadap para pelaku dapat dialihkan kepada hukum nasional negara Inggris berdasarkan asas teritorial, karena berdasarkan asas ekstrateritorial para pelaku yang merusak kedutaan besar Inggris dianggap melakukan kejahatan di atas wilayah teritorial negara Inggris.
3. Selain itu negara Iran wajib memberi kompensasi berdasarkan prinsip ex gratia kepada negara Inggris sebagai bentuk pertanggungjawaban negara Iran terhadap negara Inggris.
Apabila negara Iran tidak beritikad baik menunjukkan pertanggungjawabannnya untuk melaksanakan hal tersebut, maka negara Inggris berhak menarik perwakilan diplomatiknya dari negara Iran sebagai bentuk protes tertinggi suatu negara pengirim terhadap negara penerima.
DAFTAR PUSTAKA
Sigit Fahrudin, dalam Artikel, “Hubungan Diplomatik Menurut Hukum Internasional” Law Online Library.
Suryokusumo, Sumaryo,(1995) “Hukum Diplomatik Teori dan Kasus”, Bandung: Alumni
Alhaj, Taufik Muchtar, “Analisis Yuridis Hubungan Diplomatik Organisasi Interansional Dan Negara Menurut Sumber Hukum Internasional”. Solo: UNS
J. G. Starke, Pengantar Hukum Internasional Vol. 2, Jakarta: Sinar Grafika, 2007
Beberapa situs internet.
________________________________________
[1] Sigit Fahrudin, dalam Artikel, “Hubungan Diplomatik Menurut Hukum Internasional” Law Online Library.
[2] J. G. Starke, Pengantar Hukum Internasional Vol. 2, Jakarta: Sinar Grafika, 2007
[3] Ibid
[4] Sigit Fahrudin, Op. Cit
[5] Suryokusumo, Sumaryo,(1995) “Hukum Diplomatik Teori dan Kasus”, Bandung: Alumni
[6] Sigit Fahrudin, Op. Cit
[7] Alhaj, Taufik Muchtar, “Analisis Yuridis Hubungan Diplomatik Organisasi Interansional Dan Negara Menurut Sumber Hukum Internasional”.
[8] Suryokusumo, Sumaryo. Op.Cit.
[9] Alhaj, Taufik Muchtar. Op.Cit
[10] Loc.Cit
Tidak ada komentar:
Posting Komentar